Mulai Juli 2007 anakku mengikuti pelajaran dikelas 7 SMP ( dulu kelas 1 SMP) dan SMPnya adalah salah satu SMP Favorit di kotaku. untuk masuknya waduh... nilainya harus tinggi. Saingannya banyak sekali. Untung anakku lumayanlah otaknya dan diterimalah dia dengan mulus dengan nomor urut bagian atas. Saat mengantarnya aku juga merasa bangga, apalagi saat aku melihat jejeran piala didinding dalam sekolah yang berjejer dalam lemari kaca, mulai dari lantai sampai mentok ke langit-langit ruangan dan dari dinding pintu masuk sampai ke dinding berikutnya. Benar-benar sekolah pilihan anakku sangat berprestasi dan aku berharap suatu saat nanti ada sumbangan piala dari prestasi anakku ikut berjejer disana,mudah-mudahan.
Sebulan dua bulan sampai tiga bulan aku tunggu acara pertemuan pihak sekolah dengan orang tua murid baru untuk penjelasan program sekolah yang pastinya orang tua murid baru tidak pada tahu, eh... baru bulan lalu dipanggil untuk pertemuan dengan materi yang sangat membingungkan orang tua dan murid. Orang tua dituntut untuk memperketat pengawasan pada anak masalah belajarnya dirumah dan harus menambah atau memberi les pada anaknya . itu bagus, tapi saat aku minta partisipasi pihak sekolah untuk mengadakan les disekolah (bayar lho ) pihak sekolah menolak dengan segala macam dalih. aku melihat sekolah tidak mendukung untuk penambahan kwalitas murid, semua diserahkan keorang tua. Kata mereka, kurikulum sekarang menempatkan mereka hanya sebagai mediator saja. Bayangkan anak anak diberitugas tapi tugas itu tidak ada di buku, mereka kebingungan memecahkan masalahnya dan akhirnya orang tua yang sibuk kesana kemari ikut nyelesaiin tugas anak.
Aku ingat sewaktu aku sekolah dulu, orangtuaku tidak tahu apa-apa masalah pelajaran sekolah mereka hanya cari duit dan melengkapi keperluan sekolahku, tahu- tahu anaknya dah tamat aja sekolah. Jadi orang tua murid sekarang malah ikut sekolah.Jadi murid juga sangat kasihan, pulang sekolah langsung pergi les. Pergi pagi pulangnya sore, setiap hari, barulah bisa mengejar nilai yang ditetapkan pemerintah untuk kenaikan kelas atau kelulusan. Lha.. yang ada duit untuk ngelesin anaknya sekolah, yang makan aja susah bagaimana mau les?. Kalau begini yang hebat murid sama orang tuanya bukan sekolahnya dong! pantas piala yang berjejer begitu banyak tidak ada satupun sumbangan dari prestasi pelajaran misal juara matematika, juara pidato bahasa inggris, semua extrakulikuler semisal : gerak jalan, dance, taekwando, paskibra. Kalau untuk kegiatan Eskul...pihak sekolah sangat mendukung, kenapa untuk mata pelajaran pihak sekolah tidak mendukung? Bukankah sekolah bangga jika tingka kelulusan anak tinggi? Gak tau deh!
Saat nilai anak saya ditangan, saya langsung berpikir untuk banting tulang cari uang buat biaya les beberapa mata pelajaran. Ditangan saya juga ada brosur bimbingan belajar yang biayanya jutaan, waduhhh...... mau pintar harus banyak duit. Sekolah sih gratis, tapi cara belajar sekarang gak gratis. Ada gak ya... orang-orang pintar yang berhati mulia, mau menyumbangkan ilmunya buat orang-orang gak mampu dengan mendirikan les-les gratis atau bayar tapi tidak mahal?
Semoga keinginan saya ini ada yang mendengarkannya dan banyak anak Indonesia yang pintar bahasa inggris, matematika dan lain-lain sehingga tingkat kelulusan anak sekolah bisa maksimal.
Sebulan dua bulan sampai tiga bulan aku tunggu acara pertemuan pihak sekolah dengan orang tua murid baru untuk penjelasan program sekolah yang pastinya orang tua murid baru tidak pada tahu, eh... baru bulan lalu dipanggil untuk pertemuan dengan materi yang sangat membingungkan orang tua dan murid. Orang tua dituntut untuk memperketat pengawasan pada anak masalah belajarnya dirumah dan harus menambah atau memberi les pada anaknya . itu bagus, tapi saat aku minta partisipasi pihak sekolah untuk mengadakan les disekolah (bayar lho ) pihak sekolah menolak dengan segala macam dalih. aku melihat sekolah tidak mendukung untuk penambahan kwalitas murid, semua diserahkan keorang tua. Kata mereka, kurikulum sekarang menempatkan mereka hanya sebagai mediator saja. Bayangkan anak anak diberitugas tapi tugas itu tidak ada di buku, mereka kebingungan memecahkan masalahnya dan akhirnya orang tua yang sibuk kesana kemari ikut nyelesaiin tugas anak.
Aku ingat sewaktu aku sekolah dulu, orangtuaku tidak tahu apa-apa masalah pelajaran sekolah mereka hanya cari duit dan melengkapi keperluan sekolahku, tahu- tahu anaknya dah tamat aja sekolah. Jadi orang tua murid sekarang malah ikut sekolah.Jadi murid juga sangat kasihan, pulang sekolah langsung pergi les. Pergi pagi pulangnya sore, setiap hari, barulah bisa mengejar nilai yang ditetapkan pemerintah untuk kenaikan kelas atau kelulusan. Lha.. yang ada duit untuk ngelesin anaknya sekolah, yang makan aja susah bagaimana mau les?. Kalau begini yang hebat murid sama orang tuanya bukan sekolahnya dong! pantas piala yang berjejer begitu banyak tidak ada satupun sumbangan dari prestasi pelajaran misal juara matematika, juara pidato bahasa inggris, semua extrakulikuler semisal : gerak jalan, dance, taekwando, paskibra. Kalau untuk kegiatan Eskul...pihak sekolah sangat mendukung, kenapa untuk mata pelajaran pihak sekolah tidak mendukung? Bukankah sekolah bangga jika tingka kelulusan anak tinggi? Gak tau deh!
Saat nilai anak saya ditangan, saya langsung berpikir untuk banting tulang cari uang buat biaya les beberapa mata pelajaran. Ditangan saya juga ada brosur bimbingan belajar yang biayanya jutaan, waduhhh...... mau pintar harus banyak duit. Sekolah sih gratis, tapi cara belajar sekarang gak gratis. Ada gak ya... orang-orang pintar yang berhati mulia, mau menyumbangkan ilmunya buat orang-orang gak mampu dengan mendirikan les-les gratis atau bayar tapi tidak mahal?
Semoga keinginan saya ini ada yang mendengarkannya dan banyak anak Indonesia yang pintar bahasa inggris, matematika dan lain-lain sehingga tingkat kelulusan anak sekolah bisa maksimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar